Minggu, 12 Juni 2016

(UBP Part 5) HARI-HARI DI MADINAH (1)

View sesaat sebelum landing di Jeddah
Tulisan sebelumnya
(UBP Part 4) Keberangkatan

Hari 1
Senin, 23 Mei 2016

Pesawat Air Asia terbang sesuai jadwal. Perjalanan jauh 8 jam ini ternyata kami lalui tanpa makan satu kalipun, ternyata leader yang pesankan tiket tidak menyertakan makan, katanya nanti saja beli di pesawat. Sedangkan setelah bertanya, pesawat tidak menyediakan makan on the spot, by order saja. Perih hati perut adek, Bang.. melewatkan 2 kali makan, alhamdulillah anggap saja puasa walaupun tidak ada pahalanya, bahkan mungkin dosa karena mengutuki kebodohan sendiri kenapa tidak mengecek dulu sebelum berangkat.


Tips 2:
“Jika naik pesawat LCC (Low Cost Carrier) untuk jarak jauh, pastikan sebelum berangkat sudah pesan makanan.”

Pukul 07.00 waktu Jeddah


Sibuk aktifkan paket telepon
Sampai di Bandara Jeddah, beberapa dari kami termasuk saya langsung aktifkan paket telepon karena harus update ke Mba Elly Kafilah Akbar (KA) dan muthowif. Katanya muthowif sudah menunggu di check point, kami akan dijemput oleh bis.

Suasana imigrasi
Melewati imigrasi, lalu ke bagasi, ternyata tidak setegang yang dibayangkan sebelumnya. Hanya sedikit kasak kusuk saja waktu ada porter yang membantu angkat koper dan minta tip.

Tips 3:
“Jangan sampai barang kita terpegang oleh porter karena dia akan minta tip”

Sebelum sampai parkir bis kami melewati counter kartu perdana STC, dengan pertimbangan untuk komunikasi, kami membeli dua kartu STC dengan harga 60 riyal, kurang lebih Rp.200rb.

Tips  4:
 “Jangan beli kartu perdana di bandara, karena pengaktifan terburu-buru dan sulit jika mau komplen.”

Dari dua  kartu perdana, hanya satu yang bisa aktif,  waktu di Madinah mendatangi counter STC (siang hari), ternyata dijadwal, siang hanya untuk pria, untuk wanita pagi hari. Namun gagal registrasi  karena harus pakai paspor sedangkan saat itu paspor dititip di muthowif. Ke-dua kali ke counter STC  pagi-pagi jam 10.30, kami tidak mengajak bapak-bapak karena asumsinya STC pagi untuk wanita, namun setelah sampai ternyata sudah giliran pria. Sudahlah kami menyerah, satu kartu perdana seharga 30 riyal direlakan saja.

Ini bisnya
Sesuai petunjuk muthowif akhirnya kami menemukan bis dengan driver bernama Kamal, kami panggil Mas Kamal, yang menurut Rie terlalu cakep untuk seorang driver.

Muthowif
Di check point bertemu muthowif, namanya Pa Ustadz Effendi, masih muda, sedang kuliah S2, mungkin seusia adik saya atau adik Rie. Beliaulah yang membimbing kami selama ibadah umroh.

Bis kosong
Bis kapasitas 50 orang hanya diisi oleh 10 jamaah dan muthowif. Ini dia yang bikin Land Arrangement (LA) membengkak mahal. Kami bebas mau duduk dimana saja, bisa di tengah, di belakang, atau di depan di samping pak supir yang sedang bekerja #langsung diusir sama Pa Ustadz.

Tips 5:
“Carilah teman umroh backpacker minimal  1 bis, 40 orang, biar patungan bis dan muthowif lebih murah.”

Pukul 14.30 waktu Madinah

Di Madinah kami menginap di hotel Shourfah New, berjarak kurang lebih 150 meter dari Masjid Nabawi.



Kondisi kamar luas, nyaman dan bersih. Saya hanya berdua dengan Rie, yang tersedia 4 bed, jadi bisa pindah-pindah tidur. Restoran luas dengan masakan Indonesia. Sesaat sebelum terbang ke Jeddah kami memutuskan untuk ikut catering 3x makan, karena jika mencari makan sendiri takut taste-nya tidak cocok malah tidak jadi makan, malah nanti sakit.



Pertama kali menginjakkan kaki di Masjid Nabawi rasanya seperti belum percaya akhirnya bisa sampai juga, bisa sholat di Masjid Nabawi yang memiliki keutamaan 1.000 kali lipat daripada masjid lain. Tempat Rosululloh berhijrah bahkan dimakamkan. Sepanjang jalan menuju masjid sambil melihat orang lalu lalang terbayang bagaimana keramahan kaum anshor menyambut kaum muhajirin yang datang menempuh perjalanan 320 km dari Mekkah.


Pengalaman tak terlupakan adalah saat pertama kali ke Raudhoh, siapa yang tidak tahu Raudhoh, taman Syurga yang apabila kita sholat dan berdoa di sana, akan mendapat pahala berlipat ganda. Raudhoh dibuka bergantian antara jamaah pria dan wanita. Saat itu, kami mengambil jadwal malam pukul 22.00, letaknya berada di paling ujung Masjid Nabawi dekat makam Rosul. Begitu Raudhoh dibuka jamaah berhamburan menuju Raudhoh, berdesak-desakan tanpa mengindahkan orang lain. Saling sikut, saling dorong, semua orang ingin sampai di Raudhoh yang ditandai dengan karpet berwarna hijau.

Kami dipandu oleh seorang Muthowifah bernama Ustadzah Yuni, beliau bercerita tentang Raudhoh dan membimbing kami sampai di Raudhoh, dengan bergiliran mempersilakan dua orang dari kami untuk sholat dan berdoa, sisa anggota grup membuat border menghalangi orang lain agar tidak melewati anggota grup kami yang sedang sholat. Perjuangan luar biasa bisa sholat di Raudhoh, teramat banyak pinta yang ingin dipanjatkan, teringat orang tua, teringat dosa, teringat banyak hal, hanya bisa menangis dan menangis sambil beristigfar dan membaca doa sapu jagat.

Bersambung ke

1 komentar: