Rabu, 21 September 2016

SEMERU TAK SAMPAI (3)



Sebelumnya SEMERU TAK SAMPAI (2)

Semeru menambah deretan gunung yang saya tak sampai ke puncaknya.

Kami putuskan hanya sampai Ranu Kumbolo saja dan tidak meneruskan perjalanan ke Kalimati dan Mahameru, kami tidak akan bisa pulang tepat waktu jika meneruskan perjalanan, sedangkan tiket kereta pulang sudah dibeli. Jangan sampai terulang lagi “ketinggalan kereta”.

Rombongan tim RTV pun memutuskan hal yang sama dengan alasan yang berbeda, mereka tidak ingin berpayah-payah dan hanya ingin menikmati  suasana saja.

Pos Jambangan

Esok harinya, saya dan Toni menerima ajakan tim RTV untuk melihat gunung Semeru ke Pos Jambangan (Pos sebelum Kalimati). Tidak ada tujuan lain, hanya ingin berjalan dan menikmati suasana saja. Pelengkapan yang dibawa pun sederhana, hanya air minum dan jas hujan. Sejak awal tim RTV dipandu seorang porter bernama “Karyawan” yang membawakan tenda dan logistik mereka. Begitu pun saat ke Pos Jambangan, kami ditemani oleh Karyawan, nama yang lucu, tapi mudah diingat, jadi kalo mencari dia, cukup bilang “Karyawan kita mana?”

Ki-ka: Karyawan, Bang Gepeng, saya, Henny, Om Wil, Bang Velo



Nanjak tanpa membawa beban rasanya menyenangkan sekali, ala-ala piknik biasa, foto di sana sini, bercerita ke sana ke mari, mencari buah-buahan, memetik dedaunan sambil bertanya macam-macam ke Karyawan.

Strawberi hutan

Daun untuk mengobati pegal-pegal
Saya bertanya seperti apa awalnya Karyawan menjadi porter, dia juga bercerita bagaimana film 5 cm mengubah wajah gunung Semeru dan penduduk sekitarnya. Bukan sulap atau sihir, Karyawan menempuh Ranupane-Ranu Kumbolo hanya dalam waktu 1 jam saja. Ia juga memberi tips bagaimana supaya kaki tidak pegal setelah mendaki.

Bagi saya, mendaki gunung adalah sebuah variasi hidup yang menyenangkan, tapi baginya, mendaki adalah kehidupan itu sendiri, sebuah mata pencaharian.

Akhirnya saya memutuskan jika suatu hari diberi kesempatan untuk mendaki gunung lagi, saya akan siapkan budget khusus untuk menyewa porter, supaya bisa berbagi rezeki dan saya sendiri bisa lebih menikmati suasana. Padahal siy karena ga kuat.


Dua hari menginap di Ranu Kumbolo rasanya tak bisa digambarkan. Menjadi saksi hidup atas mahakarya Sang Pencipta yang terpampang indah begitu membuka mata. 


"So which of the favors of Allah would you deny?"





Kombinasi keindahan alam dan hangatnya persahabatan memang tiada duanya. Cerita sedih ketinggalan kereta tergantikan dengan cerita sedih lainnya, "ketinggalan garam". Hampir saja kami linglung karena selama tiga hari, makan tanpa garam, hanya msg. 










Seperti biasa, ada yang bawa tenda mushola yang super berat. Ada yang dengan sukarela membawa peralatan memasak semacam, wajan, cobek, dandang, panci presto, oven dll. Ada fotografer yang tidak ada bosannya memotret kami-kami yang sejak dahulu mukanya tidak pernah berubah. Ada tim bully yang selalu mengajarkan, "Lemah dikit, END!". Ada kamu..kamu..kamu..iya kamu! 

Hanya ada satu yang kurang..


Jika tak ingat tiket kereta, malas sekali untuk pulang.



Jadwal kereta saya satu jam lebih awal dari jadwal kereta teman-teman yang lain. Sudah sewajarnya saya lebih terburu-buru dari  pada mereka. Saya tidak bisa egois, tidak bisa memaksa mereka untuk ikut terburu-buru pulang lebih awal.

Akhirnya saat sampai basecamp Ranupane, saya memisahkan diri dan ikut rombongan lain yang pulang lebih dulu. Mungkin lama-lama terbiasa bersama dengan orang-orang asing yang belum saya kenal. Sepanjang perjalanan Ranupane menuju Pasar Tumpang, karena duduk di depan, mengobrol dengan salah seorang anggota rombongan dan driver jeep.

Perjalanan pulang


Pembicaraan tentang semeru, tentang bule yang hilang dan tidak ditemukan, tentang cerita-cerita mistis, ah syukurlah saya tahu ketika pulang, tentang suku Tengger, bagaimana asal usul mereka, bagaimana cara hidupnya, sungguh banyak hal yang tidak saya ketahui.

***

Saya jadi bertanya-tanya apa sesungguhnya arti dari sebuah perjalanan itu. Apakah hanya untuk memenuhi rasa penasaran atau sekedar untuk update status,

“Hei, I’ve been there”

“Done that”

That’s it..

Tidakkah kita pertanyakan,

“Who do you meet?”

“What do you learn?”

“How it changes you?”

Memang, bukan petualangan seru menggapai puncak Mahameru ala film 5 cm yang kita jalani. Tapi saya yakin perjalanan ini bermakna bagi masing-masing kita,

"A journey that changed something in our life"

"It never be the same again"




2 komentar: