Senin, 16 Maret 2015

EKSOTISME GUA BUNIAYU (1)


Ke kota, ke kampung, ke gunung, ke pantai, ke laut, ke taman, ke pasar, sudaaah, pergi kemana lagi ya. Akhirnya memutuskan pergi ke gua. Lho? Mau apa ke gua? Yang jelas pasti sangat menarik.


Kembali dimulai dengan penentuan provider trip dan penggalangan massa. Penentuan provider trip tidak sulit, Andri, adik kelas Rezi, teman seperjalanan ke Krakatau, bersedia mengakomodir trip ini. Memang meng-arrange suatu trip tidak semudah mengkritik provider lain. Berbekal pengalaman sebelumnya, kami percaya Andri memahaminya. Selanjutnya adalah penggalangan massa. Terkumpul  3 orang yang saya kenal, Rezi, Wulan, Mba Imel. Selebihnya saya belum tahu.

Meeting pointnya adalah terminal Sukabumi. Saya datang terlalu awal karena memang belum tahu berapa lama Bandung-Sukabumi jika menggunakan bis umum. Hari Sabtu pukul 10.30, saya sudah duduk menunggu di mushola terminal Sukabumi. Pukul 11.30 dikabari bahwa ada 2 orang yang sudah sampai terminal Sukabumi dan akan segera bergabung dengan saya di mushola.

Setiap orang yang datang ke mushola, saya tebak-tebak apakah dia orangnya. Karena memang tidak diberitahu apakah laki-laki atau perempuan. Pertama yang datang adalah wanita muda berjilbab, membawa daypack, sholat, lalu touch-up make-up dan pergi. Oh berarti bukan. Yang kedua adalah bapak-bapak setengah baya, membawa ransel juga, tapi saya langsung berkesimpulan bahwa bukan dia, karena jarang juga bertemu bapak-bapak di kegiatan open trip. Ketiga, keempat, kelima dan seterusnya silih berganti datang dan pergi, sepertinya mereka kondektur, supir, ibu beranak satu, ibu tukang jualan dan lain-lain.

Sampai datang seorang pria muda, tanpa membawa apapun, nah ini dia, muka open trip! Jeng..jeng, kami beradu pandang, dia menyapa duluan..entah saya yang menyapa duluan, saya lupa, “Temannya Andri ya?”

Namanya Teguh, datang berdua dari Jakarta bersama Stefanus. Rupanya Teguh ini datang tanpa rencana karena menggantikan rekan Stef yang tidak jadi ikut. Tadinya malah rencana ke Gunung Padang bukan ke Gua Buniayu. Stef dan Teguh pertama kali bertemu saat pendakian ke gunung. “Oh, para pendaki gunung rupanya”, saya membatin.

Beberapa saat kemudian rombongan kedua dari Jakarta datang juga. Andri, Mba Imel, Wulan, Rezi, Banie, Anjar. Fix 9 orang.



Harusnya ada beberapa orang lagi, tapi tidak bisa ikut karena berhalangan, termasuk Fenny, teman Krakatau, mendadak tidak bisa ikut. Saya pikir ini bukan open trip, hanya sharing cost saja, karena uang DP Fenny yang sudah dibayarkan pun  dikembalikan 100% oleh Andri. Nice.



Sungguh menjadi misteri, mengapa tadi di tengah perjalanan Andri membeli kelapa muda 9 buah. Jadilah kami (bukan kami sih, para pria itu tepatnya) berjalan kurang lebih 1km dengan menenteng kelapa muda menuju lokasi.


Selamat Datang di Gua Buniayu
“Namanya gua Buniayu. Merupakan kompleks gua-gua, ada sekitar 80 gua. Namun yang bisa dijelajahi hanya beberapa saja. Ini adalah komplek gua terbaik se-Asia Tenggara." Woow

Guide kami si Aa yang saya lupa juga namanya,sebut saja A Budi, memberi pengantar sebelum kami memulai penelusuran gua horizontal pada sore hari selepas makan siang dan minum teh.
Safety First
Perlengkapan wajib yang harus kami pakai adalah helm dan sepatu boot. Kami juga membawa senter masing-masing dan A Budi membawa obor, namun saya seperti mencium bau bahan kimia karbit dan ternyata memang karbit itu yang menjadi bahan bakar obor. Saya tidak merasa asing dengan bau karbit, karena di kampung dulu karbit digunakan untuk membantu mematangkan buah-buahan, misalnya mangga atau pisang.

Our First Guide
Dan penjelajahan dimulai.

Gua  horizontal. Tidak benar-benar horizontal, pertama kami menuruni banyak anak tangga, sampai benar-benar tidak ada cahaya matahari yang masuk.
Tangga buatan
Iseng-iseng bertanya “A, kok gelap sekali, ga ada listrik?”, “Dulu ada”, “Appa?(terkejut.red)”,  “Iya dulu sempat dipasang listrik, tempat ini dulu merupakan lokasi syuting Si Buta dari Gua Hantu.”
Ada kabel listrik yang sudah tidak berfungsi
Saya perhatikan semua manggut-manggut tanda se-zaman dengan si Buta, kecuali Anjar, adik Banie yang agak mengerutkan alis karena mungkin tidak kenal siapa itu Si Buta.


Semakin dalam pemandangan di dalam gua semakin luar biasa, saya mencoba mengingat-ingat, selama ini hanya mengenal istilah stalagmit, stalaktit dari buku pelajaran. Sekarang terbentang luas di hadapan saya. Komponen-komponen gua yang selama ini belum pernah saya lihat. Satu per satu A Budi menunjukkan dan menjelaskannya.


Stalagmit:  endapan mineral yang tumbuh dari dasar gua yang terbentuk dari air yang berinteraksi dengan batuan, berbentuk memanjang
Stalaktit: endapan mineral yang menggantung di atap gua
Tiang: manakala stalagmit dari dasar gua dan stalagtit bersatu, sebagai penyangga gua
Gordam (kalau tidak salah dengar): endapan mineral berbentuk bulat di sekelilingnya juga terdapat gordam kecil-kecil disebut baby gordam. Saya kurang paham bagaimana prosesnya sehingga endapan ada yang berbentuk memanjang seperti stalagmit dan bulat seperti gordam ini.


Plostun, heligmit dan sebagian penjelasan lain yang saya tidak bisa saya ingat.
Demikian yang saya tangkap. Jika ada yang keliru, mohon maaf dan terima kasih, wassalam.


Waitt belum selesai ceritanya..


Gua ini pertama kali ditelusuri oleh Daeng, orang Makasar pada tahun 1982 selama 3 bulan. Penelusuran dilakukan juga oleh orang Perancis, tidak tahu siapa namanya. Jejak kerang dan binatang laut lain juga ditemukan di gua ini, di mana menunjukkan bahwa asalnya ini adalah lautan, mungkin sekitar 2 juta tahun yang lalu.

Hanya boleh pura-pura pegang
Pantangan terbesar selama penjelajahan adalah jangan buang sampah sembarangan, ah bukan itu siy, maksudnya jangan sampai menyentuh dinding-dinding yang berair, karena mereka itu sedang bertumbuh, jika disentuh oleh tangan kita yang bersifat asam, akan menghasilkan reaksi tertentu yang akan menghambat pertumbuhannya. Misalnya stalagmit, hanya tumbuh 0,2mm per tahun. Jadi sampai stalagmit sampai sepanjang itu, terbayang kan.. membutuhkan berapa ratus tahun. Jangan sampai dirusak hanya karena penasaran ingin memegang.


Sepanjang jalan saya membayangkan bagaimana asal mula gua ini terbentuk, berapa lama, apa manfaatnya, bagaimana ia berperan terhadap alam dan ilmu pengetahuan saat ini.

Properti syuting
Akhirnya kami sampai juga di tempat syuting Si Buta dari Gua Hantu dimana seharusnya di revisi judulnya Si Buta dari Gua Buniayu. Semua batuan buatan, jadi boleh duduk-duduk atau pegang.

Kursi-kursi buatan
Selama perjalanan kerap kali kami merunduk, melipir, jongkok dsb, helm jadi sangat berfungsi melindungi kepala.


Saya belajar betapa harus menjaga alam dan menghargai proses. Ingatlah setelah ini akan ada orang-orang yang juga akan belajar seperti kita, jadi jangan merusaknya.


Bersambung ah.

Ke sini EKSOTISME GUA BUNIAYU (2)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar