Jumat, 04 Juli 2014

PULANG





6 Ramadhan 1435 H

Berusaha sekuat tenaga, sepenuh hati untuk tidak tidur setelah sahur. Mulai dari tilawah, baca buku, beberes, nulis blog, sampai nguras aquarium (dijamin tidak ngantuk karena harus menggotong aquarium berlumut ke kamar mandi).

Jalan antar kota Cirebon-Bandung rusak luar biasa, sudah setahun rusak dan baru diperbaiki menjelang lebaran, di saat volume kendaraan berlipat. Kemacetan pun tambah berlipat, jalan negara katanya, negeri yang sungguh malang.

Alternatifnya adalah naek kereta api, Ciremai Express rute baru Cirebon-Bandung. Walaupun stasiunnya jauh dan harus naik angkot berkali-kali, demi kenyamanan saya jalani saja. Kereta Bandung-Cirebon itu jalurnya maju lalu mundur, maju dulu menuju cikampek, lalu mundur menuju Cirebon, jadi kalau ke cikampeknya kita duduk dalam posisi maju, berarti setelah dari cikampek kita akan mundur. Saya pilih kereta kelas ekonomi saja. Bedanya dengan eksekutif, kalau ekonomi tempat duduknya berhadap-hadapan dan tidak bisa dibolak-balik posisi kursinya, sudah paten. 

Di perjalanan kali ini, saya berharap bersebelahan/berhadapan dengan seorang pria ganteng, keren, wangi, dan single..haha. Tapi itu tidak pernah terjadi, mereka mungkin tidak naik kereta ekonomi..haha.

Sebelah saya adalah seorang ibu-ibu, usianya kira-kira akhir 50-an. Di depan saya seorang bapak mungkin usianya juga sebaya dengan si ibu. Mulailah saya berbasa-basi menanyakan keperluannya ke Cirebon. Si Ibu asli dari Cirebon, ke Bandung dengan tujuan menengok cucunya yang berulang tahun. Dia bercerita bahwa suaminya sebulan lalu meninggal karena penyakit diabetes, terlihat gurat kesedihan saat si ibu bercerita. Sedangkan si Bapak di depan saya bercerita kalau dia ada kondangan ke saudaranya di Cirebon, saya tanya mengapa sendirian, katanya, istri sedang sibuk. Dia berkata begitu sambil mengeluarkan se-kresek besar cemilan sarupaning macaroni, kripik, dll. Saya dan si Ibu cuma tertawa “Kok mau ya Bapak-Bapak bawa kripik? hehe” “Ini dibekelin istri”. Sungguh istri yang sangat pengertian. Dan se-kresek kripik itu akhirnya menemani perjalanan kami (waktu itu H-2 puasa).

Dari pembicaraan diketahui bahwa suami si ibu adalah seorang tentara, dan si bapak adalah mantan tentara yang resign dan bekerja di perusahaan swasta. Terjadilah percakapan seru antara si ibu dan si bapak tersebut, saya hanya menyimak saja. Sebetulnya saya sudah menyiapkan beberapa file film di dalam tab untuk saya tonton di kereta. Tapi rasanya tidak sopan jika saya menonton film ditengah-tengah pembicaraan seru mereka. 

Akhirnya tiba juga pertanyaan-pertanyaan untuk saya. Mau apa, kerja dimana, sudah menikah belum. Saya bilang, ke Cirebon rutin menengok orang tua. Sampailah pembicaraan saat si bapa bertanya pada saya “Pernah bertanya tidak, orang tua kamu ingin apa?”, saya tertegun menggeleng. Si bapak tersenyum, pasti orang tua kamu menjawab bahwa mereka tidak ingin apa-apa. Saya balik bertanya, “Memangnya Bapak ingin apa dari anak-anak Bapak?”, ia menjawab “Ingin mereka bahagia”. Saya lama merenungi kata-kata si Bapak. Benar memang, tanpa saya katakana pun, orang tua akan merasa sedih jika melihat saya bersedih. Dan sebaliknya, jika saya gembira orang tua akan juga ikut gembira.

Tiba-tiba sekonyong-konyong saya mendengar lagu Ebiet G. Ade

Dalam hening sepi ku rindu
Anakmu sekarang banyak menanggung beban..

Sisa perjalanan saya pura-pura tertidur, padahal merasakan sesaknya hati ini.

Mengingat betapa besar pengorbanan mereka. 

Sedikit pun belum terbalas.

Allahummaghfirli wali wali dayya warkhamhuma kama robbayani soghiro....
Ya Allah ampunilah dosa kedua orang tuaku dan sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku di waktu kecil.

Ya Robb hanya Engkau yang dapat membalasnya..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar