6 Ramadhan
1435 H
Berusaha
sekuat tenaga, sepenuh hati untuk tidak tidur setelah sahur. Mulai dari
tilawah, baca buku, beberes, nulis blog, sampai nguras aquarium (dijamin tidak
ngantuk karena harus menggotong aquarium berlumut ke kamar mandi).
Jalan antar
kota Cirebon-Bandung rusak luar biasa, sudah setahun rusak dan baru diperbaiki
menjelang lebaran, di saat volume kendaraan berlipat. Kemacetan pun tambah
berlipat, jalan negara katanya, negeri yang sungguh malang.
Alternatifnya
adalah naek kereta api, Ciremai Express rute baru Cirebon-Bandung. Walaupun stasiunnya
jauh dan harus naik angkot berkali-kali, demi kenyamanan saya jalani saja.
Kereta Bandung-Cirebon itu jalurnya maju lalu mundur, maju dulu menuju
cikampek, lalu mundur menuju Cirebon, jadi kalau ke cikampeknya kita duduk
dalam posisi maju, berarti setelah dari cikampek kita akan mundur. Saya pilih
kereta kelas ekonomi saja. Bedanya dengan eksekutif, kalau ekonomi tempat
duduknya berhadap-hadapan dan tidak bisa dibolak-balik posisi kursinya, sudah
paten.
Di
perjalanan kali ini, saya berharap bersebelahan/berhadapan dengan seorang pria
ganteng, keren, wangi, dan single..haha. Tapi itu tidak pernah terjadi, mereka
mungkin tidak naik kereta ekonomi..haha.
Sebelah
saya adalah seorang ibu-ibu, usianya kira-kira akhir 50-an. Di depan saya
seorang bapak mungkin usianya juga sebaya dengan si ibu. Mulailah saya
berbasa-basi menanyakan keperluannya ke Cirebon. Si Ibu asli dari Cirebon, ke
Bandung dengan tujuan menengok cucunya yang berulang tahun. Dia bercerita bahwa
suaminya sebulan lalu meninggal karena penyakit diabetes, terlihat gurat
kesedihan saat si ibu bercerita. Sedangkan si Bapak di depan saya bercerita
kalau dia ada kondangan ke saudaranya di Cirebon, saya tanya mengapa sendirian,
katanya, istri sedang sibuk. Dia berkata begitu sambil mengeluarkan se-kresek
besar cemilan sarupaning macaroni, kripik, dll. Saya dan si Ibu cuma tertawa
“Kok mau ya Bapak-Bapak bawa kripik? hehe” “Ini dibekelin istri”. Sungguh istri yang
sangat pengertian. Dan se-kresek kripik itu akhirnya menemani perjalanan kami (waktu itu H-2 puasa).
Dari
pembicaraan diketahui bahwa suami si ibu adalah seorang tentara, dan si bapak
adalah mantan tentara yang resign dan bekerja di perusahaan swasta. Terjadilah
percakapan seru antara si ibu dan si bapak tersebut, saya hanya menyimak saja.
Sebetulnya saya sudah menyiapkan beberapa file film di dalam tab untuk saya
tonton di kereta. Tapi rasanya tidak sopan jika saya menonton film
ditengah-tengah pembicaraan seru mereka.
Akhirnya
tiba juga pertanyaan-pertanyaan untuk saya. Mau apa, kerja dimana, sudah
menikah belum. Saya bilang, ke Cirebon rutin menengok orang tua. Sampailah
pembicaraan saat si bapa bertanya pada saya “Pernah bertanya tidak, orang tua
kamu ingin apa?”, saya tertegun menggeleng. Si bapak tersenyum, pasti orang tua
kamu menjawab bahwa mereka tidak ingin apa-apa. Saya balik bertanya, “Memangnya
Bapak ingin apa dari anak-anak Bapak?”, ia menjawab “Ingin mereka bahagia”.
Saya lama merenungi kata-kata si Bapak. Benar memang, tanpa saya katakana pun,
orang tua akan merasa sedih jika melihat saya bersedih. Dan sebaliknya, jika
saya gembira orang tua akan juga ikut gembira.
Tiba-tiba
sekonyong-konyong saya mendengar lagu Ebiet G. Ade
Dalam
hening sepi ku rindu
Anakmu
sekarang banyak menanggung beban..
Sisa
perjalanan saya pura-pura tertidur, padahal merasakan sesaknya hati ini.
Mengingat betapa besar pengorbanan mereka.
Sedikit pun
belum terbalas.
Allahummaghfirli wali wali dayya warkhamhuma kama robbayani soghiro....
Ya Allah ampunilah dosa kedua orang tuaku dan sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku di waktu kecil.
Ya Allah ampunilah dosa kedua orang tuaku dan sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku di waktu kecil.
Ya Robb hanya Engkau yang dapat membalasnya..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar